Langsung ke konten utama

Perkara Recehan Yang Tidak Bisa Dianggap Receh


Bismillah….

Pernahkah belanja dan dapat kembalian? Oh tentu pernah dong. Bahkan sebelum kita punya uang sendiri, mungkin sejak kecil kita sudah sering diminta mama belajar melakukan transaksi jual beli dengan membantu beliau membeli sesuatu di warung kelontong dekat rumah, Betul?

Nah, ada tema menarik nih soal kembalian belanja yang akhir-akhir ini mengusik pemikiran saya, mumpung masih di bulan ramadhan dan hilal THR (Tunjangan Hari Raya) sudah mulai terlihat, membahas masalah belanja dan problematika-nya sepertinya seru, hehe…. 

Meskipun #dirumahaja, saya yakin beberapa dari kita kadang-kadang masih harus berinteraksi dengan dunia luar, seperti membeli kebutuhan untuk mengisi stok logistik yang sudah mulai menipis atau membeli bensin, dan lain sebagainya. Jadi, saya rasa penting untuk direnungkan dan jadi pengingat dalam kondisi apapun.

By the way, balik lagi soal cerita uang kembalian, sepertinya memang tidak asing, sering sekali terjadi dan bahkan mungkin juga pernah kamu alami.

Eh tapi sebelumnya, coba deh jawab pertanyaan berikut ini :
Kalau kamu beli sesuatu dengan uang terakhirmu sebesar Rp.10.000 dan total belanja kamu 9500, artinya kembalian yang berhak kamu terima Rp. 500 kan? Tapi sayangnya penjualnya tidak ada uang pas. Ia hanya punya Rp.1000.
Nah kalau kasusnya demikian, kamu lebih memilih untuk mengikhlaskan Rp500- nya ataukah kamu terima 1000-nya? Hehehe

Hayo, jawab jujur…

Saat kamu membaca ini, mungkin kamu akan berpikir, apaan sih, cuma uang gopek doang aja dipermasalahkan. Kayak orang pelit dan itungan aja. Hehe 

Eits, ini bukan perkara menghitung untung-rugi dari segi finansial kok. Tapi, ini hubungannya dengan timbangan kebaikan kita di akhirat kelak. 

Coba deh bayangkan kembalian sebesar RP.100, Rp.200 sampai Rp.500 rupiah mungkin tidak akan cukup untuk membeli segelas air atau bahkan permen. Tapi, sekecil apapun itu, jika bukan hak kita, maka nanti di akirat kita tetap harus “mengembalikan” hak itu kepada pemiliknya. Entah itu dibayar dengan pahala atau justru bisa-bisa dosa dia lah yang dilimpahkan ke kita. 

"Barang siapa mengambil hak orang lain walaupun hanya sejengkal tanah, maka kelak tujuh lapis bumi akan dikalungkan kepada dirinya."
 (HR. Bukhari dan Muslim) 

Wah, serem banget kan? Gara-gara uang 500 yang jadi hak orang, itu bakal jadi pemberat keadaan dan pengurang timbangan kebaikan kita di akhirat. Padahal nanti di akhirat, kita sangat membutuhkan kebaikan itu. 

Jadi, harus bagaimana?

Ya kalau saran saya lebih baik ikhlaskan saja.

Selain kita selamat dari mengambil hak orang lain, kita juga dapat pahala sedekah kan? Karena kita tidak pernah tahu sedetik ke depan apa yang akan yang terjadi dan sedekah mampu menolak musibah dan mendatangkan banyak kebaikan.

Sebenarnya, ketika menghadapi kasus ini, kita punya pilihan :
1. Mengikhlaskan 500-nya
2. Bawa 1000-nya lalu kembali lagi untuk balikin hak penjualnya 
 
Kalau penjualnya mengikhlaskan, gimana?

 Ya, Alhamdulillah. Tapi, kalau saya boleh bilang, lebih baik kita saja yang mengikhlaskan karena inilah kesempatan emas kita. Siapa tahu orang itu mengikhlaskan karena juga punya pemikiran yang sama : Daripada memakan hak orang lain, lebih baik direlakan.
 
 Nah, jadi siapa nih yang mau duluan buat ambil kesempatan emasnya? Hehehe

Sebenarnya kalau soal kehati-hatian dengan hak orang lain, alhamdulillah kita sekarang lebih terbantu dengan adanya metode pembayaran via transfer karena kita bisa membayar persis seperti nominal yang disebutkan. Tapi, percaya deh, menyediakan uang receh nggak ada ruginya. Hitung-hitung buat jaga-jaga. Jadi, kalau ada transaksi yang agak ‘jlimet’, tidak perlu ada hak orang yang ‘nyangkut’ di dompet kita.

Semoga Allah selalu menjaga kita dan orang-orang yang kita sayangi agar terhindar dari memakan hak orang lain, Aamiin.

Wallahu A’lam. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membuat Ecoenzyme dari Kulit Buah

Bismillah…. Pernah terpikir nggak kalau es buah yang biasa kita konsumsi untuk takjil, kulitnya ternyata bisa dimanfaatkan menjadi cairan multifungsi? Bukan hanya dijadikan kompos, kali ini saya akan berbagi cerita soal bagaimana sisa organik bisa dimanfaatkan sebagai  ecoenzyme  dan cara membuatnya.  Apa sih itu E coenzyme? Ecoenzyme  adalah sebuah larutan yang diperkenalkan oleh Dr. Rosukon Poompanvong dari Thailand dengan riset lebih dari tiga puluh tahun. Kemudian di sebarluaskan oleh Dr. Joean Oon, Director of the Center for Naturopathy and Protection of Families in Penang , Malaysia. Biasanya  ecoenzyme  ini terbuat dari kulit buah yang difermentasi dengan menggunakan larutan air dan gula. Tapi, bukan untuk diminum ya.  Hehe   Fungsi dari ecoenzyme  ini banyak banget, lho. Beberapa diantaranya : Pertama , Sebagai Cairan Pembersih Serbaguna.   Larutan  ecoenzyme  ini bisa dicampurkan dengan pem...

Public Speaking for Introvert

Kemarin saya ikut kelas public speaking online via zoom yang diselenggarakan oleh @lektur.co dan @dignitysocial dengan Speaker Kak Dita Soedarjo dan Kak Cheryl Tanzil bertema : Way For Introvert to Become Better at Public Speaking. Sewaktu membaca judulnya, saya menyadari bahwa tema ini sangat menarik dan tidak banyak diangkat, karena kepribadian introvert seringkali dikaitkan dengan  image  pendiam, pemalu dan lain sebagainya. Namun, ternyata banyak hal menarik yang saya temukan, lho. Anggapan bahwa introvert adalah pribadi yang cenderung pasif dan tidak bisa powerful  seperti kepribadian ekstrovert di masyarakat adalah hal yang benar-benar salah dan seharusnya dipatahkan. Jadi jangan sampai itu justru jadi  excuse  untuk tidak berkembang. Oleh sebab itu sangat penting untuk mengenal siapa sih sebenarnya diri kita. Bukan hanya sekadar nama, tanggal lahir dan golongan darah, lebih dari itu, kita harus tahu tentang kelebihan kita, apa yang k...

Renungan Diri Di Ramadan Masa Pandemi

Entah sudah hari ke berapa berdiam diri di dalam rumah demi kebaikan bersama. Membunuh waktu dengan melakukan banyak hal, meskipun terkadang rindu berkunjung ke rumah teman tetap tidak bisa dibendung.   “Kapan virus covid-19 ini akan musnah?” Mungkin itu pertanyaan semua orang dan bukan hanya aku, karena setiap hari seluruh media memberitakan dengan sudut pandang yang berbeda-beda, tapi efek setelah menontonnya selalu sama : semakin dipikirkan, semakin membuat resah. Hingga kemudian, aku teringat perkataan salah satu praktisi  mindfulness , untuk menarik nafas sejenak berpijak pada detik ini. Hadir dengan penuh sadar pada situasi yang sedang ku hadapi, lalu mulai merenung.…. Mungkin hari ini, aku sedang diajak untuk lebih lebar lagi membuka mata untuk melihat bahwa ada banyak kebaikan yang selama ini tidak aku sadari. Nikmat Allah bukan hanya dari seberapa banyak lembaran kertas di dalam dompet, bukan seberapa panjang digit angka di dalam rekening, bukan ...